review

[Review] “Cerita Kulkas” karya Shindy Farrahdiba

I’ve been a long time fan of slice of life stories. Bahkan saya sudah lama menikmati genre cerita ini sejak belum mengenal istilahnya. Saya baru mengetahuinya saat gandrung membaca komik-komik digital di Webtoon sekitar tiga atau empat tahun lalu. Saya sendiri pernah menggunakan konsep slice of life untuk menulis Nights with Aries yang dipublikasikan di Wattpad dan Storial.

Cerita-cerita dalam genre slice of life memang tidak sesolid dan ‘serapi’ novel. Pembaca biasanya akan langsung diajak meloncat ke satu episode kehidupan tokohnya. Akan tetapi ada juga yang memulai dari awal dan runut dengan timeline. Hanya saja, slice of life jarang menawarkan klimaks seperti di novel.

Di sisi lain, slice of life adalah genre yang tepat untuk penulis yang ingin menyuguhkan cerita tanpa memusingkan struktur awal-klimaks-akhir. Ketika menulis Aries, yang muncul dalam benak saya adalah potongan-potongan pengalaman Aries alih-alih sebuah cerita utuh. Kemudian, saya rangkai dengan memakai benang merah berupa latar waktu malam hari.

Setiap penulis pasti punya pakem sendiri saat memutuskan menulis cerita slice of life. Kadang saya penasaran dengan cara penulis lain saat mengembangkan kisah pada genre ini. Sampai akhirnya saya menemukan Cerita Kulkas karya Shindy Farrahdiba yang ternyata mengusung konsep slice of life.

*

“Aku lebih suka kamu bersamaku dalam sebuah perjalanan. Daripada berjuang sendiri sementara kamu diculik dan setiap kali aku berhasil malah dikasih tahu, ‘Maaf, Putri ada di kastil satu lagi.’”

Shindy, seperti saya, sama-sama besar di platform Storial. Bedanya, kalau saya cenderung ke arah fiksi populer, cerita-cerita milik Shindy lebih—bagaimana saya mendeskripsikannya, ya—‘indie’. Soalnya setiap kali saya mampir dan baca ke laman maupun medsosnya, yang langsung muncul dalam pikiran saya adalah playlist berisi penyanyi atau band alternatif yang namanya kurang familier buat saya.

Omong-omong, kembali ke Cerita Kulkas, karya debut Shindy yang dipublikasikan Mediakita pun punya aura indie tersebut. Begitu sadar genrenya mengarah ke slice of life, saya semakin antusias sekaligus penasaran. Bagaimana Shindy akan membawa kisah para tokohnya dalam Cerita Kulkas?

Uniknya, yang kemudian menyita perhatian saya malah pemakaian sudut padang yang dipakai: sudut pandang orang kedua, jenis yang lumyan jarang digunakan karena tricky saat diaplikasikan. Memeleset sedikit saja, sudut pandang sang narator bisa berubah jadi orang kesatu atau ketiga.

Namun, Shindy mengakalinya dengan cara yang menurut saya tepat: memakai benda mati sebagai narator. Adalah Tosca, sebuah kulkas berwarna turkuois, yang dijadikan sentral kumpulan kisah dalam Cerita Kulkas.

*

Bersama Tosca, saya diajak mengamati Kafka dan Nagita, pasangan suami-istri yang menjalani kehidupan modern. Dari mengurus rumah baru, pembagian tugas domestik, hingga mengobrol di dapur selepas bekerja seharian. Kisah-kisah tersebut disajikan Shindy dalam empat bagian dengan atmoasfer yang berbeda-beda.

Karena Cerita Kulkas terbilang ringan, penerapan sudut pandang kedua dalam ceritanya jadi tak terlalu ruwet. Hampir tak ada kebocoran meski ada beberapa bagian yang menurut saya kependekan. Keterbatasan perspektif dari Tosca justru menghadirkan rasa penasaran tersendiri bagi saya maupun pembaca lain.

Membaca kisah keseharian Kafka dan Nagita dalam Cerita Kulkas rasanya seperti ngemil permen aneka rasa. Kadang manis, kadang asam, kadang berlalu begitu saja, kadang bikin saya melepas aaw singkat setelahnya. Di bagian akhir, saya juga menemukan satu bab yang menurut pengakuan Shindy adalah referensi dari potongan lirik lagu milik Taylor Swift, All Too Well (seperti yang sudah saya duga).

Cerita Kulkas adalah tipe buku ringan yang bisa disimak di tengah perjalanan pulang atau menunggu seseorang di kedai kopi favorit kalian. Buat saya, Cerita Kulkas juga semacam kabar gembira bagi para penggemar slice of life.

“Aku ini istri kamu. Sesulit apa pun situasinya, kamu selalu bisa pulang dan cerita sama aku.”

***

One thought on “[Review] “Cerita Kulkas” karya Shindy Farrahdiba

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.